Jum'at Hari yang Istimewa
Allah Subhana Wataala berkalam dalam kitab-Nya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia [berada] dalam kesukaran/kesusahan” [QS al-Balad [90]:4].
Saking susahnya, tak sedikit orang yang lupa akan perputaran waktu termasuk nama hari. Apalagi untuk memahami makna hari. Saat ini, kita tengah berada dalam hari Jum’at. Apa itu Jum’at?, Dan apa keistimewaannya dibandingkan dengan hari-hari yang lain?
Jum’at adalah hari keenam dalam seminggu atau sepekan. Dalam literatur Arab, Jum’at [al-jumu’ah] juga terkadang digunakan untuk arti minggu [al-usbû’]. Jumat, yang secara utuh diserap dari kata Arab-Qur’ani, berasal dari akar kata jama’a-yajma’u-jam’an, artinya: mengumpulkan, menghimpun, menyatukan, menjumlahkan, dan meng-gabungkan.
Al-Jum’ah artinya: persatuan, persahabatan, kerukunan [al-ulfah], dan pertemuan [al-ijtima]. Meski secara umum dan keseluruhan semua hari – termasuk Jum’at – dalam seminggu itu bisa dikatakan sama atau tidak ada bedanya; namun hari Jum’at bagi kaum umatan muslimatan [kaum Muslimin/Muslimat], dipastikan memiliki keistimewaan tersendiri. Sama halnya dengan keistimewaan Sabtu bagi orang-orang Yahudi, dan Minggu untuk kawan-kawan Nasrani.
Bagi umat Islam, yang masih sempat atau sengaja menyempatkan diri untuk merenungkan makna-makna hari, paling sedikit didasarkan pada alasan utama tentang kebesaran hari Jum’at:
Pertama, satu-satunya nama hari yang dijadikan nama surat dalam Al-Qur’an ialah Jum’at, dalam kaitan ini surat al-Jumu’ah [62] yang terdiri atas: 11 ayat, 180 kata, dan 748 huruf. Di luar Jum’at, tak ada hari lain yang dijadikan nama surat dalam Al-Qur’an. Bahkan pada umumnya disebutkan pun tidak dalam Al-Qur’an. Kalaupun ada nama hari lain yang disebut dalam Al-Qur’an, bahkan penyebutannya beberapakali, namun hari tersebut tak dijadikan nama surat. Padahal, pengabadian sesuatu sebagai nama surat dalam Al-Qur’an, dipastikan menjadi simbol bagi kelebihan se-suatu.
Kedua, berbeda dengan enam hari lainnya yang diposisikan sebagai ‘anggota-anggota’ hari, Jum’at dijuluki se-bagai penghulu atau pemimpin hari. Gelar sayyid al-usbû’ [Pemimpin Minggu] atau saayid al-ayyâm [penghulu hari], mengisyaratkan hal itu. Paling tidak secara simbolis.
Ketiga, berlainan dengan kewajiban shalat [maktûbah] di hari-hari lain yang bisa dilakukan seorang diri [munfarid] sungguhpun tetap diimbau dengan sangat [sunnah mu’akkadah] untuk dilakukannya secara berjamah [bersama- sama], pelaksanaan shalat Jum’ah sesuai nama-nya, wajib dilaksanakan secara berjamaah. Bahkan ada di antara imam mazhab fikih yang mematok jumlah minimal jamaah shalat Jum’ah sebanyak 40 orang dewasa. Pensyariatanpelaksanaan shalat Jum’at harus dilakukan secara berjamaah, dipastikan memiliki nilai-nilai positif tersendiri. Paling tidak dalam rangka mempererat tali silaturrahmi, persaudaraan, persatuan dan kesatuan umat Islam.
Keempat, bagi kaum Muslimin, hari Jum’at dipastikan memberikan penambah pengetahuan tentang keagamaan, di samping merupakan hari-hari pemupukan persaudaraan keagamaan [ukhuwwah ad-dîniyyah] secara internal. Penyampaian khutbah Jum’at oleh ahli-ahli ke-Islam-an dan umumnya disampaikan orang-orang yang sejatinya menyandang predikat saleh, akan memberikan peningkat-an kecerdasan bagi umat Islam. Baik itu kecerdasan intelektualdengan kecerdasan spiritual. Paling tidak bagi mereka yang selalu mengikuti jamaah shalat Jum’at.
Kelima, banyak riwayat [hadits] yang menyebutkan kelebihan Jum’at dibandingkan dengan hari lain, terutama berkenaan dengan berbagai macam dzikir dan amalan-amalan tertentu yang memiliki nilai lebih dibandingkan dengan hal serupa atau bahkan sama tetapi dilakukan di hari lain.
Selain itu, bagi kaum pekerja, hari Jum’at memiliki suasana yang berbeda dibanding empat hari kerja lain. Jam kerja terasa pendek karena ada beberapa kegiatan di luar aktivitas kerja. Di pagi hari, sebagian instansi pemerintah atau kantor swasta menggelar senam pagi bersama. Selesai senam, baru saja ganti pakaian dan masuk kerja, sebentar kemudian sudah menjelang shalat Jum’at, semua aktivitas dihentikan untuk melaksanakannya.
Suasana yang berbeda di hari Jum’at tentu sangat dirasakan kaum muslim. Bagi muslim laki-laki diwajibkan untuk melaksanakan shalat Jum’at berjamaah. Karena itu mereka memenuhi masjid-masjid atau tempat melaksanakan shalat Jum’at yang lain. Ada siraman rohani, penyejuk iman dari khatib Jum’at.
Sebenarnya, tak hanya shalat Jum’at saja yang menjadikan Jum’at sebagai hari istimewa bagi kaum muslim. Jum’at juga menjadi hari besar yang berulang setiap pekannya, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw: “Hari ini adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi umat Islam, maka siapa yang hendak menghadiri shalat Jum’at hendaklah mandi terlebih dahulu…” [HR. Ibnu Majah].
Perbandingan hari Jum’at dengan enam hari lain seperti perbandingan bulan Ramadhan dengan sebelas bulan lain. Karena itu bersedekah di hari Jum’at lebih mulia dibanding sedekah di hari-hari yang lain.
Langkah menuju ke masjid untuk menunaikan shalat Jum’at dihitung sebagai pahala. Aus bin Aus At-Thaqafi ra menyebutkan bahwa ia mendengar sendiri Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mandi pada hari Jum’at, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan, kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan shalat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah”. [HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah].
Keistimewaan lain, pada hari Jum’at ada suatu waktu jika seseorang memohon dan berdoa kepada Allah, maka niscaya doa dan permohonan itu akan dikabulkan [disebut waktu mustajab]. Bukhari dan Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah: “Di hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu.” Mengenai kapan tepatnya waktu mustajab tersebut, para ulama berbeda pendapat. Di antara perbedaan itu ada dua pendapat yang paling kuat. Pertama, waktu yang mustajab itu saat duduknya imam sampai pelaksanaan shalat Jum’at. Pendapat ini dikuatkan Imam Nawawi. Sedangkan pendapat yang kedua menyebutkan batas akhir waktu tersebut hingga setelah ‘Ashar. Pendapat yang kedua ini dikuatkan Imam Ibnu Qayyim.
Hari Jum’at juga merupakan hari pengampunan dosa. Kaum muslim yang melaksanakan shalat Jum’at dan menyimak dan kecerdasan emosional, maupun kecerdasan moral dan dan bahkan kecerdasan sosial. Lebih-lebih lagi khutbah yang disampaikan khatib, akan diampuni dosa-dosanya sampai Jum’at berikutnya, asal ia tak melaksanakan dosa besar. Berkenaan dengan ini Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, berminyak atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar [menuju masjid], dan dia tidak memisahkan dua orang [yang sedang duduk berdampingan], kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan [dengan seksama] ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni [dosa-dosanya yang terjadi] antara Jum’at tersebut dan Jum’at berikutnya.” [HR. Bukhari]. Namun tak benar jika hal ini digunakan sebagai dalih untuk melakukan kesalahan atau dosa selama seminggu ke depan karena sudah diampuni dosanya dengan shalat Jum’at. Tak ada dosa kecil jika dilakukan berulang-ulang.
Yang lebih istimewa lagi adalah hari Jum’at merupakan Yaumil Mazid, hari saat Allah menampakkan diri kepada kaum mukminin di surga nanti. Allah berfirman: “Mereka di dalam surga memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” [QS 50:35]. Anas bin Malik mengomentari ‘tambahannya’ dalam ayat ini: “Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jum’at”.
Adab dan Sunnah Hari Jum’at
Ada beberapa yang wajib dan sunnah untuk dilaksanakan kaum muslim di hari Jum’at. Yang paling utama adalah kewajiban muslim laki-laki untuk melaksanakan shalat Jum’at. Shalat ini bisa dilaksanakan di masjid-masjid atau tempat ibadah yang lain asalkan memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan.
Mengenai kewajiban tersebut disebutkan Allah dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang yang ber-iman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui” [QS 62:9].
Selain firman Allah dalam Surah al-Jumuah tersebut, ada beberapa hadits Rasulullah saw yang menegaskan kewajiban melaksanakan shalat Jum’at bagi muslim laki-laki. Hadits-hadits tersebut antara lain:
“Hendaklah orang-orang itu berhenti dari meninggalkan shalat Jum’at atau kalau tidak, Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang yang lalai.” [HR. Muslim].
Rasulullah bersabda: “Shalat Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah terkecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang yang sakit.” [HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih].
Sebagai pengingat agar kita tak lupa dan agar shalat Jum’at kita lebih sempurna pelaksanaannya perlu disampaikan beberapa adab dalam melaksanakan shalat Jum’at. Ketika waktu shalat Jum’at tiba, kita dianjurkan untuk datang ke masjid atau tempat ibadah lebih awal. Karena, pahala orang yang datang lebih awal lebih besar dibanding orang yang datang saat akhir. Perumpamaannya, seseorang yang datang di awal waktu, seperti orang yang berkorban dengan seekor unta, berikutnya seperti berkorban sapi, kambing, ayam, dan yang terakhir seperti bersedekah dengan sebutir telur. Batas akhir datang ke masjid saat shalat Jum’at adalah ketika khatib sudah duduk di mimbar, karena malaikat-malaikat pencatat amal manusia yang berada di setiap pintu masjid menutup buku catatannya dan mendengarkan khutbah.
Para sahabat dan tabi’in sangat memperhatikan anjuran untuk datang lebih awal ke masjid. Dahulu, semasa hidup para sahabat dan tabi’n mempunyai tradisi setiap hari Jum’at mereka datang ke masjid setelah shalat Shubuh. Di hari Jum’at, jalan-jalan menuju masjid ramai, orang memadati jalan sambil membawa lampu penerangan seperti ramainya ketika akan melaksanakan shalat hari raya Idul Fitri.
Dalam rangkaian shalat Jum’at ada khutbah yang disampaikan khatib. Para jamaah sangat dianjurkan untuk mendengarkan dan berusaha memahaminya. Berbicara saat khutbah sedang disampaikan sangat dibenci Rasulullah saw. Beliau menyebut perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang sia-sia dan tidak selayaknya dilakukan jamaah shalat Jum’at.
Seperti shalat jamaah pada shalat-shalat wajib yang lain, jamaah yang datang di awal dianjurkan untuk mengambil tempat paling depan, shaf terdepan dipenuhi terlebih dahulu. Untuk jamaah yang datang terlambat, yang datang setelah khatib sudah duduk di mimbar, dianjurkan untuk mengambil tempat paling belakang atau shaf paling belakang.
Jamaah yang telah datang, hendaknya melaksanakan shalat sunnah di antaranya shalat Tahiyatul Masjid [dua rakaat untuk menghormati masjid] dan shalat Qabliyah Jum’at [dua rakaat sebelum shalat Jum’at]. Setelah khatib duduk di mimbar tidak diperkenankan melakukan aktivitas kecuali shalat Tahiyatul Masjid. Shalat sunnah itu masih bisa dilakukan selama khatib menyampaikan khutbah tetapi harus dipercepat pelaksanaannya.
Amalan yang disunnahkan pada Hari Jum’at
Untuk melengkapi kesempurnaan ibadah, ada amalan-amalan yang dapat dilaksanakan di hari Jum’at. Antara lain, memperbanyak shalawat atas Nabi Muhammad saw. Makin banyak shalawat yang terucap kian baik karena akan mendekatkan derajat kaum muslim pada derajat Nabi.
Amalan lainnya adalah membaca Surah al-Kahfi. Dengan membaca surah tersebut diharapkan mendapat cahaya Allah yang diberikan di antara dua Jum’at. Surah al-Kahfi bercerita tentang sekelompok pemuda beriman [Ashhabul Kahfi] yang diselamatkan Allah dengan menidurkan mereka di dalam gua selama bertahun-tahun. Surah ke-18 Al-Quran ini menggambarkan kekuasaan Allah untuk memberi nikmat kepada hamba-Nya meski nikmat tersebut di luar kebiasaan. Juga tentang dasar-dasar tauhid dan kepastian datangnya hari kebangkitan.
Sedangkan bagi imam shalat Shubuh disunnahkan membaca Surah Sajadah dan al-Insan secara sempurna sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw dahulu. Surah Sajadah dan al-Insan mengandung segala sesuatu tentang awal penciptaan manusia dan kembalinya manusia kepada Allah, juga memuat peristiwa berkumpulnya manusia di padang Mahsyar dan bangkitnya manusia dari kubur. Disunnahkan juga di hari Jum’at untuk memperbanyak do’a dan memohon ampunan.
Meski Jum’at adalah hari yang sangat istimewa, tetapi kaum muslim tak diperkenankan untuk melebih-lebihkannya, misalnya dengan melaksanakan puasa hanya di hari Jum’at saja dengan alasan untuk mengkhususkannya. Boleh melaksanakan puasa di hari Jum’at asal di hari sebelum atau sesudahnya juga melaksanakan puasa. Semoga kita bisa lebih memahami dan memaknai kebesaran dan kelebihan hari Jum’at di masa-masa yang akan datang. Aamiin
Ingatlah Allah ketika dalam keramaian, niscaya Dia mengingatmu ketika sendirian. Bersyukurlah kepada-Nya saat senang, niscaya Dia mensyukurimu di saat susah. Jangan ingkari nikmat-Nya agar siksa tidak menimpamu.
Sumber:
Alifmagz.com
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia [berada] dalam kesukaran/kesusahan” [QS al-Balad [90]:4].
Saking susahnya, tak sedikit orang yang lupa akan perputaran waktu termasuk nama hari. Apalagi untuk memahami makna hari. Saat ini, kita tengah berada dalam hari Jum’at. Apa itu Jum’at?, Dan apa keistimewaannya dibandingkan dengan hari-hari yang lain?
Jum’at adalah hari keenam dalam seminggu atau sepekan. Dalam literatur Arab, Jum’at [al-jumu’ah] juga terkadang digunakan untuk arti minggu [al-usbû’]. Jumat, yang secara utuh diserap dari kata Arab-Qur’ani, berasal dari akar kata jama’a-yajma’u-jam’an, artinya: mengumpulkan, menghimpun, menyatukan, menjumlahkan, dan meng-gabungkan.
Al-Jum’ah artinya: persatuan, persahabatan, kerukunan [al-ulfah], dan pertemuan [al-ijtima]. Meski secara umum dan keseluruhan semua hari – termasuk Jum’at – dalam seminggu itu bisa dikatakan sama atau tidak ada bedanya; namun hari Jum’at bagi kaum umatan muslimatan [kaum Muslimin/Muslimat], dipastikan memiliki keistimewaan tersendiri. Sama halnya dengan keistimewaan Sabtu bagi orang-orang Yahudi, dan Minggu untuk kawan-kawan Nasrani.
Bagi umat Islam, yang masih sempat atau sengaja menyempatkan diri untuk merenungkan makna-makna hari, paling sedikit didasarkan pada alasan utama tentang kebesaran hari Jum’at:
Pertama, satu-satunya nama hari yang dijadikan nama surat dalam Al-Qur’an ialah Jum’at, dalam kaitan ini surat al-Jumu’ah [62] yang terdiri atas: 11 ayat, 180 kata, dan 748 huruf. Di luar Jum’at, tak ada hari lain yang dijadikan nama surat dalam Al-Qur’an. Bahkan pada umumnya disebutkan pun tidak dalam Al-Qur’an. Kalaupun ada nama hari lain yang disebut dalam Al-Qur’an, bahkan penyebutannya beberapakali, namun hari tersebut tak dijadikan nama surat. Padahal, pengabadian sesuatu sebagai nama surat dalam Al-Qur’an, dipastikan menjadi simbol bagi kelebihan se-suatu.
Kedua, berbeda dengan enam hari lainnya yang diposisikan sebagai ‘anggota-anggota’ hari, Jum’at dijuluki se-bagai penghulu atau pemimpin hari. Gelar sayyid al-usbû’ [Pemimpin Minggu] atau saayid al-ayyâm [penghulu hari], mengisyaratkan hal itu. Paling tidak secara simbolis.
Ketiga, berlainan dengan kewajiban shalat [maktûbah] di hari-hari lain yang bisa dilakukan seorang diri [munfarid] sungguhpun tetap diimbau dengan sangat [sunnah mu’akkadah] untuk dilakukannya secara berjamah [bersama- sama], pelaksanaan shalat Jum’ah sesuai nama-nya, wajib dilaksanakan secara berjamaah. Bahkan ada di antara imam mazhab fikih yang mematok jumlah minimal jamaah shalat Jum’ah sebanyak 40 orang dewasa. Pensyariatanpelaksanaan shalat Jum’at harus dilakukan secara berjamaah, dipastikan memiliki nilai-nilai positif tersendiri. Paling tidak dalam rangka mempererat tali silaturrahmi, persaudaraan, persatuan dan kesatuan umat Islam.
Keempat, bagi kaum Muslimin, hari Jum’at dipastikan memberikan penambah pengetahuan tentang keagamaan, di samping merupakan hari-hari pemupukan persaudaraan keagamaan [ukhuwwah ad-dîniyyah] secara internal. Penyampaian khutbah Jum’at oleh ahli-ahli ke-Islam-an dan umumnya disampaikan orang-orang yang sejatinya menyandang predikat saleh, akan memberikan peningkat-an kecerdasan bagi umat Islam. Baik itu kecerdasan intelektualdengan kecerdasan spiritual. Paling tidak bagi mereka yang selalu mengikuti jamaah shalat Jum’at.
Kelima, banyak riwayat [hadits] yang menyebutkan kelebihan Jum’at dibandingkan dengan hari lain, terutama berkenaan dengan berbagai macam dzikir dan amalan-amalan tertentu yang memiliki nilai lebih dibandingkan dengan hal serupa atau bahkan sama tetapi dilakukan di hari lain.
Selain itu, bagi kaum pekerja, hari Jum’at memiliki suasana yang berbeda dibanding empat hari kerja lain. Jam kerja terasa pendek karena ada beberapa kegiatan di luar aktivitas kerja. Di pagi hari, sebagian instansi pemerintah atau kantor swasta menggelar senam pagi bersama. Selesai senam, baru saja ganti pakaian dan masuk kerja, sebentar kemudian sudah menjelang shalat Jum’at, semua aktivitas dihentikan untuk melaksanakannya.
Suasana yang berbeda di hari Jum’at tentu sangat dirasakan kaum muslim. Bagi muslim laki-laki diwajibkan untuk melaksanakan shalat Jum’at berjamaah. Karena itu mereka memenuhi masjid-masjid atau tempat melaksanakan shalat Jum’at yang lain. Ada siraman rohani, penyejuk iman dari khatib Jum’at.
Sebenarnya, tak hanya shalat Jum’at saja yang menjadikan Jum’at sebagai hari istimewa bagi kaum muslim. Jum’at juga menjadi hari besar yang berulang setiap pekannya, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw: “Hari ini adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi umat Islam, maka siapa yang hendak menghadiri shalat Jum’at hendaklah mandi terlebih dahulu…” [HR. Ibnu Majah].
Perbandingan hari Jum’at dengan enam hari lain seperti perbandingan bulan Ramadhan dengan sebelas bulan lain. Karena itu bersedekah di hari Jum’at lebih mulia dibanding sedekah di hari-hari yang lain.
Langkah menuju ke masjid untuk menunaikan shalat Jum’at dihitung sebagai pahala. Aus bin Aus At-Thaqafi ra menyebutkan bahwa ia mendengar sendiri Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mandi pada hari Jum’at, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan, kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan shalat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah”. [HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah].
Keistimewaan lain, pada hari Jum’at ada suatu waktu jika seseorang memohon dan berdoa kepada Allah, maka niscaya doa dan permohonan itu akan dikabulkan [disebut waktu mustajab]. Bukhari dan Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah: “Di hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu.” Mengenai kapan tepatnya waktu mustajab tersebut, para ulama berbeda pendapat. Di antara perbedaan itu ada dua pendapat yang paling kuat. Pertama, waktu yang mustajab itu saat duduknya imam sampai pelaksanaan shalat Jum’at. Pendapat ini dikuatkan Imam Nawawi. Sedangkan pendapat yang kedua menyebutkan batas akhir waktu tersebut hingga setelah ‘Ashar. Pendapat yang kedua ini dikuatkan Imam Ibnu Qayyim.
Hari Jum’at juga merupakan hari pengampunan dosa. Kaum muslim yang melaksanakan shalat Jum’at dan menyimak dan kecerdasan emosional, maupun kecerdasan moral dan dan bahkan kecerdasan sosial. Lebih-lebih lagi khutbah yang disampaikan khatib, akan diampuni dosa-dosanya sampai Jum’at berikutnya, asal ia tak melaksanakan dosa besar. Berkenaan dengan ini Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, berminyak atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar [menuju masjid], dan dia tidak memisahkan dua orang [yang sedang duduk berdampingan], kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan [dengan seksama] ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni [dosa-dosanya yang terjadi] antara Jum’at tersebut dan Jum’at berikutnya.” [HR. Bukhari]. Namun tak benar jika hal ini digunakan sebagai dalih untuk melakukan kesalahan atau dosa selama seminggu ke depan karena sudah diampuni dosanya dengan shalat Jum’at. Tak ada dosa kecil jika dilakukan berulang-ulang.
Yang lebih istimewa lagi adalah hari Jum’at merupakan Yaumil Mazid, hari saat Allah menampakkan diri kepada kaum mukminin di surga nanti. Allah berfirman: “Mereka di dalam surga memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” [QS 50:35]. Anas bin Malik mengomentari ‘tambahannya’ dalam ayat ini: “Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jum’at”.
Adab dan Sunnah Hari Jum’at
Ada beberapa yang wajib dan sunnah untuk dilaksanakan kaum muslim di hari Jum’at. Yang paling utama adalah kewajiban muslim laki-laki untuk melaksanakan shalat Jum’at. Shalat ini bisa dilaksanakan di masjid-masjid atau tempat ibadah yang lain asalkan memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan.
Mengenai kewajiban tersebut disebutkan Allah dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang yang ber-iman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui” [QS 62:9].
Selain firman Allah dalam Surah al-Jumuah tersebut, ada beberapa hadits Rasulullah saw yang menegaskan kewajiban melaksanakan shalat Jum’at bagi muslim laki-laki. Hadits-hadits tersebut antara lain:
“Hendaklah orang-orang itu berhenti dari meninggalkan shalat Jum’at atau kalau tidak, Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang yang lalai.” [HR. Muslim].
Rasulullah bersabda: “Shalat Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah terkecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang yang sakit.” [HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih].
Sebagai pengingat agar kita tak lupa dan agar shalat Jum’at kita lebih sempurna pelaksanaannya perlu disampaikan beberapa adab dalam melaksanakan shalat Jum’at. Ketika waktu shalat Jum’at tiba, kita dianjurkan untuk datang ke masjid atau tempat ibadah lebih awal. Karena, pahala orang yang datang lebih awal lebih besar dibanding orang yang datang saat akhir. Perumpamaannya, seseorang yang datang di awal waktu, seperti orang yang berkorban dengan seekor unta, berikutnya seperti berkorban sapi, kambing, ayam, dan yang terakhir seperti bersedekah dengan sebutir telur. Batas akhir datang ke masjid saat shalat Jum’at adalah ketika khatib sudah duduk di mimbar, karena malaikat-malaikat pencatat amal manusia yang berada di setiap pintu masjid menutup buku catatannya dan mendengarkan khutbah.
Para sahabat dan tabi’in sangat memperhatikan anjuran untuk datang lebih awal ke masjid. Dahulu, semasa hidup para sahabat dan tabi’n mempunyai tradisi setiap hari Jum’at mereka datang ke masjid setelah shalat Shubuh. Di hari Jum’at, jalan-jalan menuju masjid ramai, orang memadati jalan sambil membawa lampu penerangan seperti ramainya ketika akan melaksanakan shalat hari raya Idul Fitri.
Dalam rangkaian shalat Jum’at ada khutbah yang disampaikan khatib. Para jamaah sangat dianjurkan untuk mendengarkan dan berusaha memahaminya. Berbicara saat khutbah sedang disampaikan sangat dibenci Rasulullah saw. Beliau menyebut perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang sia-sia dan tidak selayaknya dilakukan jamaah shalat Jum’at.
Seperti shalat jamaah pada shalat-shalat wajib yang lain, jamaah yang datang di awal dianjurkan untuk mengambil tempat paling depan, shaf terdepan dipenuhi terlebih dahulu. Untuk jamaah yang datang terlambat, yang datang setelah khatib sudah duduk di mimbar, dianjurkan untuk mengambil tempat paling belakang atau shaf paling belakang.
Jamaah yang telah datang, hendaknya melaksanakan shalat sunnah di antaranya shalat Tahiyatul Masjid [dua rakaat untuk menghormati masjid] dan shalat Qabliyah Jum’at [dua rakaat sebelum shalat Jum’at]. Setelah khatib duduk di mimbar tidak diperkenankan melakukan aktivitas kecuali shalat Tahiyatul Masjid. Shalat sunnah itu masih bisa dilakukan selama khatib menyampaikan khutbah tetapi harus dipercepat pelaksanaannya.
Amalan yang disunnahkan pada Hari Jum’at
Untuk melengkapi kesempurnaan ibadah, ada amalan-amalan yang dapat dilaksanakan di hari Jum’at. Antara lain, memperbanyak shalawat atas Nabi Muhammad saw. Makin banyak shalawat yang terucap kian baik karena akan mendekatkan derajat kaum muslim pada derajat Nabi.
Amalan lainnya adalah membaca Surah al-Kahfi. Dengan membaca surah tersebut diharapkan mendapat cahaya Allah yang diberikan di antara dua Jum’at. Surah al-Kahfi bercerita tentang sekelompok pemuda beriman [Ashhabul Kahfi] yang diselamatkan Allah dengan menidurkan mereka di dalam gua selama bertahun-tahun. Surah ke-18 Al-Quran ini menggambarkan kekuasaan Allah untuk memberi nikmat kepada hamba-Nya meski nikmat tersebut di luar kebiasaan. Juga tentang dasar-dasar tauhid dan kepastian datangnya hari kebangkitan.
Sedangkan bagi imam shalat Shubuh disunnahkan membaca Surah Sajadah dan al-Insan secara sempurna sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw dahulu. Surah Sajadah dan al-Insan mengandung segala sesuatu tentang awal penciptaan manusia dan kembalinya manusia kepada Allah, juga memuat peristiwa berkumpulnya manusia di padang Mahsyar dan bangkitnya manusia dari kubur. Disunnahkan juga di hari Jum’at untuk memperbanyak do’a dan memohon ampunan.
Meski Jum’at adalah hari yang sangat istimewa, tetapi kaum muslim tak diperkenankan untuk melebih-lebihkannya, misalnya dengan melaksanakan puasa hanya di hari Jum’at saja dengan alasan untuk mengkhususkannya. Boleh melaksanakan puasa di hari Jum’at asal di hari sebelum atau sesudahnya juga melaksanakan puasa. Semoga kita bisa lebih memahami dan memaknai kebesaran dan kelebihan hari Jum’at di masa-masa yang akan datang. Aamiin
Ingatlah Allah ketika dalam keramaian, niscaya Dia mengingatmu ketika sendirian. Bersyukurlah kepada-Nya saat senang, niscaya Dia mensyukurimu di saat susah. Jangan ingkari nikmat-Nya agar siksa tidak menimpamu.
Sumber:
Alifmagz.com
Komentar
Posting Komentar